Pages

Sunday, September 29, 2013

rangkaian jam digital dengan seven segment

[Jam Digital Dengan IC 7493 - IC 7447 - IC NE (time) 555 ] Rangkaian jam terdiri dari berbagai rangkaian seperti rangkaian detik, menit dan jam. Rangkaian jam Terdiri dari IC 7493, IC 7447 dan IC clock yaitu IC NE 555.
IC 7493 adalah IC TTL yang dapat digunakan sebagai pembagi 16. secara sederhana, IC 7493dapat digambarkan ssebagai berikut :


RO1 dan RO2 : Master reset Berfungsi untuk mereset keluaran
CLK A : Clock pertama Dihubungkan pada pulsa atau output pulsa IC sebelumnya
CLK B : Clock kedua Dihubungkan dengan QA
Q (A,B,C,D) : Keluaran
IC 7447 adalah IC TTL yang dapat digunakan sebagai penghubung antara IC counter dengan seven segmen . Secara sederhana, IC 7447 dapat digambarkan sebagai berikut :
 

A,B,C,D: Input dari dekoder O
( A,B,C,D,E,F,G ): Output dari dekoder
IC NE (time) 555 adalah IC yang digunakan sebagai pemicu jam tersebut untuk berdetak dan juga sebagai pengatur frekuensi sebesar 1 Hz .

Berikut adalah keterangan tentang maksud dan fungsi – fungsi pada kaki ic time 555 :
PIN ke: KETERANGAN
1 Ground (0V), adalah pin input dari sumber tegangan DC paling negative
2 Trigger, input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor pada 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop
3 Output, pin keluaran dari IC 555.
4 Reset, adalah pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate (gerbang) transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset
5 Control voltage, pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan referensi input negative (komparator A). pin ini bisa dibiarkan tergantung (diabaikan), tetapi untuk menjamin kestabilan referensi komparator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10 nF ke pin ground
6 Threshold, pin ini terhubung ke input positif (komparator A) yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada pin ini mulai melebihi 2/3 Vcc
7 Discharge, pin ini terhubung ke open collector transistor internal (Tr) yang emitternya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu
8 Vcc, pin ini untuk menerima supply DC voltage. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5V s/d 15V. Supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10mA s/d 15mA.
1.Menerapkan Logika Rangkaian waktu detik ke menit


Detik terdiri dari satuan 0-9 dan puluhan 0-5. Pada saat puluhan di posisi 5 dan satuan di posisi 9 yang berarti detik ke 59,maka rangkaian detik ini akan mereset menjadi 0-0 dan akanmenambah 1 pada satuan menit .
Untuk memperoleh tampilan 0-9 pada satuan detik, maka IC 1(7493) diset sebagai pembagi 10. Karena pada kondisi normal, IC 7493 adalah pembagi 16,maka master reset dihubungkan dengan QB dan QD karena pada prinsipnya kita mereset angka10 supaya angka 10 tidak tampil pada layar display sementara itu angka 10 dalam biner adalah1010 dimana digit sebelah kiri adalah MSB(digit dengan nilai tertinggi).
di dalam mereset kita tidak menggunakan urutan dari MSB ke LSB(digit dengan nilai terendah) tetapi sebaliknya kitamenggunakan urutan dari LSB ke MSB jadi QA,QB,QC,QD untuk biner 10 berturut-turut adalah 0,1,0,1 QA dan QC bernilai 0 sementara itu QB dan QD bernilai 1.
Di dalam mereset kita menghubungkan digit yang bernilai 1 yang terdapat pada nilai biner yang akan direset denganmaster reset(RO1 dan RO2) maka dalam mereset angka 10 kita menghubungkan QB dengan
RO1 dan QD dengan RO2 atau bisa sebaliknya.
CLKA dihubungkan lagsung dengan output darirangkaian pembangkit clock yang menggunakan IC NE 555 dan CLKB dihubungkan dengan QAkarena pada dasarnya IC counter terdiri dari beberapa buah flip-flop yang saling berhubungandan untuk IC 7493 output dari flip-flop A misalnya,merupakan input dari flip-flop yanglain.
Untuk mengeset nilai puluhan,kita mereset angka 6 supaya angka 6 tidak ditampilkan padadisplay dan supaya tampilan pada display hanya merupakan nilai antara 1-5,maka output yangterakhir dari IC 1(rangkaian detik bagian satuan yang bernilai 1) dalam hal ini adalah QDdihubungkan ke CLKA pada IC 2(rangkaian detik bagian puluhan) sementara itu CLKBdihubungkan dengan QA pada IC 2 seperti yang telah dijelaskan di atas. RO1 dihubungkan keQB dan RO2 dihubungkan ke QC untuk mereset keluaran jika output sudah bernilai0110(merupakan biner dari 6). Lihat gambar :

2. Rangkaian Jam


Rangkaian jam terdiri dari puluhan jam yang berkisar antara nilai 0-2 dan mereset angka 3supaya angka 3 tidak ditampilkan pada layar,sementara itu untuk bagian satuan pada jamnilainya berkisar antara angka 0-9.
Pada rangkaian jam ini dibutuhkan untuk mereset angka 10dan 4 pada bagian puluhan jam oleh karena itu kita menggunakan dua (2) gerbang and dan satugerbang or.Tidak beda dengan rangkaian menit dan detik clock A pada rangkaian jam ini jugadihubungkan dengan QC dari rangkaian menit bagian puluhan.

Kesimpulan
 Rangkaian detik pada jam digital merupakan rangkaian pembagi 60.
 Rangkaian menit pada jam digital merupakan rangkaian pembagi 3600.
 Rangkaian jam pada jam digital merupakan rangkaian pembagi 86400.

soerce :  ilhamprasetyo

Saturday, September 28, 2013

Jual Beli dan Syarat-Syaratnya

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.
Definisi Jual Beli
Secara etimologi, al-bay’u البيع (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu, dan merupakan derivat (turunan) dari الباع (depa) karena orang Arab terbiasa mengulurkan depa mereka ketika mengadakan akad jual beli untuk saling menepukkan tangan sebagai tanda bahwa akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar barang dan uang.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan. (Taudhihul Ahkam, 4/211).
Di dalam Fiqhus sunnah (3/46) disebutkan bahwa al-bay’u adalah transaksi tukar menukar harta yang dilakukan secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan dilakukan dalam koridor syariat.
Adapun hikmah disyariatkannya jual beli adalah merealisasikan keinginan seseorang yang terkadang tidak mampu diperolehnya, dengan adanya jual beli dia mampu untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya, karena pada umumnya kebutuhan seseorang sangat terkait dengan sesuatu yang dimiliki saudaranya (Subulus Salam, 4/47).
Dalil Disyari’atkannya Jual Beli
Islam telah mensyariatkan jual beli dengan dalil yang berasal dari A;-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas (analogi).
Dalil Al Qur’an
Allah ta’ala berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah: 275)
Al ‘Allamah As Sa’diy mengatakan bahwa di dalam jual beli terdapat manfaat dan urgensi sosial, apabila diharamkan maka akan menimbulkan berbagai kerugian. Berdasarkan hal ini, seluruh transaksi (jual beli) yang dilakukan manusia hukum asalnya adalah halal, kecuali terdapat dalil yang melarang transaksi tersebut. (Taisir Karimir Rahman 1/116).
Dalil Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat, diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10; dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)
Berdasarkan hadits-hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan.
Dalil Ijma’
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).
Dalil Qiyas
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain baik, itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).
Syarat-syarat Sah Jual Beli
Kondisi umat ini memang menyedihkan, dalam praktek jual beli mereka meremehkan batasan-batasan syariat, sehingga sebagian besar praktek jual beli yang terjadi di masyarakat adalah transaksi yang dipenuhi berbagai unsur penipuan, keculasan dan kezaliman.
Lalai terhadap ajaran agama, sedikitnya rasa takut kepada Allah merupakan sebab yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut, tidak tanggung-tanggung berbagai upaya ditempuh agar keuntungan dapat diraih, bahkan dengan melekatkan label syar’i pada praktek perniagaan yang sedang marak belakangan ini walaupun pada hakikatnya yang mereka lakukan itu adalah transaksi ribawi.
Jika kita memperhatikan praktek jual beli yang dilakukan para pedagang saat ini, mungkin kita dapat menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para pedagang dengan “ringan tangan” menipu para pembeli demi meraih keuntungan yang diinginkannya, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ التُّجَّارَ هُمْ الْفُجَّارُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلَيْسَ قَدْ أَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ قَالَ بَلَى وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ وَيَحْلِفُونَ وَيَأْثَمُونَ
“Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah; Hakim berkata: “Sanadnya shahih”, dan beliau disepakati Adz Dzahabi, Al Albani berkata, “Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua”, lihat Silsilah Ash Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).
Oleh karena itu seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-batasan syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan .
Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
لَا يَبِعْ فِيْ سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ يَفْقَهُ، وَإِلِا أَكَلَ الرِّباَ
“Yang boleh berjualan di pasar kami ini hanyalah orang-orang yang faqih (paham akan ilmu agama), karena jika tidak, maka dia akan menerjang riba.”
Berikut beberapa syarat sah jual beli -yang kami rangkum dari kitab Taudhihul ahkam 4/213-214, Fikih Ekonomi Keuangan Islam dan beberapa referensi lainnya- untuk diketahui dan direalisasikan dalam praktek jual beli agar tidak terjerumus ke dalam praktek perniagaan yang menyimpang.
Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu:
  • Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan. Allah ta’ala berfirman:
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
    “… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)
  • Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual beli, yakni dia adalah seorang mukallaf dan rasyid (memiliki kemampuan dalam mengatur uang), sehingga tidak sah transaksi yang dilakukan oleh anak kecil yang tidak cakap, orang gila atau orang yang dipaksa (Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hal. 92). Hal ini merupakan salah satu bukti keadilan agama ini yang berupaya melindungi hak milik manusia dari kezaliman, karena seseorang yang gila, safiih (tidak cakap dalam bertransaksi) atau orang yang dipaksa, tidak mampu untuk membedakan transaksi mana yang baik dan buruk bagi dirinya sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi yang dilakukannya. Wallahu a’lam.
Kedua, yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu:
  • Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan.
  • Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik barang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
  • لَا تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
    “Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud 3503, Tirmidzi 1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly)
    Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya, karena yang menjadi tolok ukur dalam perkara muamalah adalah rida pemilik. (Lihat Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 24). Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)
  • Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat diserahkan.
  • Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar. Abu Hurairah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim: 1513)
  • Selain itu, tidak diperkenankan seseorang menyembunyikan cacat/aib suatu barang ketika melakukan jual beli. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ
    “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah nomor 2246, Ahmad IV/158, Hakim II/8, Baihaqi V/320; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali)
    Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
    مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا ، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ
    “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 567, Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir 10234, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah IV/189; dihasankan Syaikh Salim Al Hilaly)
Terakhir, Jual Beli Bukanlah Riba
Sebagian orang beranggapan bahwa jual beli tidaklah berbeda dengan riba, anggapan mereka ini dilandasi kenyataan bahwa terkadang para pedagang mengambil keuntungan yang sangat besar dari pembeli. Atas dasar inilah mereka menyamakan antara jual beli dan riba?!. Alasan ini sangat keliru, Allah ta’ala telah menampik anggapan seperti ini. Allah ta’ala berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)
Tidak ada pembatasan keuntungan tertentu sehingga diharamkan untuk mengambil keuntungan yang lebih dari harga pasar, akan tetapi semua itu tergantung pada hukum permintaan dan penawaran, tanpa menghilangkan sikap santun dan toleran (disadur dari Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hal. 87 dengan beberapa penyesuaian). Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui tatkala sahabatnya Urwah mengambil keuntungan dua kali lipat dari harga pasar tatkala diperintah untuk membeli seekor kambing buat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)
Namun, yang patut dicermati bahwa sikap yang lebih sesuai dengan petunjuk para ulama salaf dan ruh syariat adalah memberikan kemudahan, santun dan puas terhadap keuntungan yang sedikit sehingga hal ini akan membawa keberkahan dalam usaha. Ali radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Hai para pedagang, ambillah hak kalian, kalian akan selamat. Jangan kalian tolak kentungan yang sedikit, karena kalian bisa terhalangi mendapatkan keuntungan yang besar.”
Adapun seseorang yang merasa tertipu karena penjual mendapatkan keuntungan dengan menaikkan harga di luar batas kewajaran, maka syariat kita membolehkan pembeli untuk menuntut haknya dengan mengambil kembali uang yang telah dibayarkan dan mengembalikan barang tersebut kepada penjual, inilah yang dinamakan dengan khiyarul gabn bisa dilihat pada pembahasan berbagai jenis khiyar. Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.
Demikianlah beberapa penjelasan ringkas mengenai jual beli dan beberapa persyaratannya. Semoga bermanfaat bagi kami dan kaum muslimin.

source : muslim.or.id

Para Ulama telah bersepakat bahwasanya hewan yang haram untuk dimakan maka kotorannya adalah najis. Namun mereka berselisih tentang najis tidaknya kotoran dari hewan yang boleh dimakan seperti onta, kambing, sapi, ayam dan yang lainnya.
Menurut madzhab yang masyhur dari madzhab As-Syafi'iyyah dan madzhab Al-Hanafiyah maka seluruh kotoran hewan adalah najis baik hewan yang haram untuk dimakan maupun hewan yang halal dimakan. Oleh karenanya mereka mengharamkan pula penjualan kotoran hewan karena hal itu merupakan penjualan benda najis, dan penjualan benda najis hukumnya haram. Al-Mawardi berkata :
فَأَمَّا مَا كَانَ نَجِسَ الْعَيْنِ كَالْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ وَالْأَرْوَاثِ وَالْأَبْوَالِ ، فَلَا يَجُوزُ بَيْعُ شَيْءٍ مِنْهَا

"Adapun apa yang merupakan najis 'aini (nacis secara dzatnya) seperti khomr, bangkai, darah, dan kotoran-kotoran, serta kencing maka tidak boleh menjual sesuatupun dari hal-hal ini" (Al-Haawi Al-Kabiir 5/383)

Adapun madzhab Malikiyyah dan Al-Hananbilah juga sebagian pengikut madzhab As-Syafi'iyyah (sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmuu' 2/549 dan Roudhotut Toolibiin 1/125) maka mereka membedakan antara hewan yang halal dan hewan yang haram dimakan. Mereka berpendapat akan thohirnya (tidak najisnya) kotoran hewan yang halal dimakan, adapun hewan yang haram dimakan maka kotorannya adalah najis.

Dalil Madzhab Hanafi dan Madzhab As-Syafi'i

Dalil madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi  berdalil dengan hadits Ibnu Mas'ud –radhiallahu 'anhu- dimana beliau –radhiallahu 'anhu- pernah berkata:

أتى النبي صلى الله عليه وسلم الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فلم أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وقال هذا رِكْسٌ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam buang air besar, maka beliau memerintahku untuk mendatangkan bagi beliau tiga buah batu. Akupun mendapatkan dua buah batu dan aku mencari batu yang ketiga, namun aku tidak mendapatkannya. Maka akupun mengambil kotoran lalu aku berikan kepada Nabi. Maka Nabipun mengambil kedua batu tersebut dan melempar kotoran tadi dan berkata, "Ini najis" (HR Al-Bukhari no 155)

Sisi pendalilan : Nabi membuang kotoran hewan tersebut karena najisnya, hal ini menunjukan bahwa seluruh kotoran hewan –termasuk hewan yang halal dimakan- adalah najis. (Lihat pendalilan Hanafiyah dengan hadits ini dalam kitab Al-Mabshuuth li As-Sarokhsi 1/108 dan badaai' As-Sonaai' 1/62)

Dalil madzhab Syafi'i
Adapun madzhab As-Syafi'iyyah maka mereka berdalil dengan tiga sisi pendalilan
Pertama : Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits Nabi tentang najisnya air kencing. Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbaas

مَرَّ النبي صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فقال إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وما يُعَذَّبَانِ في كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ من الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

"Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- melewati dua kuburan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kedua penghuni kuburan ini sedang disiksa, dan mereka berdua tidaklah disiksa karena perkara yang besar. Adapun salah satunya karena tidak menjaga diri dari air kencing dan yang kedua karena menyebarkan namimah" (HR Al-Bukhari no 215)

Sisi pendalilan : Air kencing disini disebutkan secara umum, maka mencakup seluruh air kencing termasuk air kencing hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Kedua : Mereka berdalil dengan firman Allah

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ

"Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk" (QS Al-A'roof : 157)

Sisi pendalilan : Tidak diragukan lagi bahwasanya kotoran adalah sesuatu yang buruk, dan orang-orang Arab menganggap jijik kotoran hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Ketiga : Mereka juga berdalil dengan qiyas, karena kotoran hewan yang haram dimakan hukumnya najis menurut ijmaa' (kesepakatan) para ulama maka demikian juga diqiaskan pada kotoran hewan yang halal dimakan juga najis. Hal ini karena seluruh kotoran sama-sama memiliki sifat kotor (jijik) menurut tabi'at manusia yang masih normal, dikarenakan bau yang busuk. (lihat Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab 2/549 dan Fathul 'Aziz Syarhul Wajiiz 1/36)

Dalil madzhab Hanbali dan madzhab Maliki
Mereka berdalil dengan hukum asal, bahwasanya hukum asal sesutau adalah suci sampai ada dalil yang menunjukan kenajisannya (lihat As-Syarhul Mumti' 1/450), dan tidak ada dalil yang menunjukan akan kenajisannya. Bahkan ada dalil-dalil yang menunjukan akan kesuciannya. Diantaranya :
Pertama : Hadits tentang 'Uroniyyin. Dimana Nabi pernah memerintah orang-orang yang datang dari 'Uroinah yang sakit untuk berobat dengan meminum kencing onta.

وَأَنْ يَشْرَبُوا من أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا

"(Nabi memerintahkan) mereka untuk meminum dari kencing onta dan susu onta" (HR Al-Bukhari no 231)

Sisi pendalilan : Kalau kecinng onta itu najis tentunya Nabi tidak akan memerintakan mereka untuk berobat dengan meminum benda najis (Lihat Al-Mughni 2/492)
Kedua : Nabi pernah sholat di kandang kambing, bahkan memerintahkan untuk sholat di kandang kambing. (Lihat Al-Mughni 2/492)
Anas bin Malik berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي قبل أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ في مَرَابِضِ الْغَنَمِ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat di kandang kambing sebelum dibangun mesjid" (HR Al-Bukhari no 232)

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi :

أُصَلِّي في مَرَابِضِ الْغَنَمِ قال : نعم

"Apakah aku sholat di kandang kambing?", Nabi berkata, "Iya" (HR Muslim no 360)

Dalam suatu hadits Nabi berkata,

صَلُّوا في مَرَابِضِ الْغَنَمِ ولا تُصَلُّوا في أَعْطَانِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ من الشَّيَاطِينِ

"Sholatlah kalian di kandang kambing, dan janganlah kalian sholat di kandang onta karena onta diciptakan dari syaitan" (HR At-Thirmidzi no 348 dan Ibnu Majah no 769)

Sisi pendalilan : Kandang kambing pasti tidak lepas dari kotoran kambing dan kencingnya, akan tetapi Nabi sholat di situ. Hal ini menunjukan bahwa kotoran kambing dan kencing kambing tidak najis, karena tidak sah sholat seseorang di tempat najis dengan kesepakatan ulama.

Dialog
Madzhab As-Syafi'i : Nabi membolehkan untuk meminum kencing onta karena untuk berobat, karena dibolehkan berobat dengan benda-benda yang najis kecuali khomr  (lihat Al-Majmuu' 2/549 dan Fathul 'Aziz 1/38)
Madzhab Hanbali : Nabi telah dengan tegas melarang berobat dengan benda-benda yang najis. Abu Huroiroh berkata

نهى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عن الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ

"Rasulullah melarang dari obat yang khobiits" (HR Abu Dawud no 3870 dan Ibnu Majah no 3459, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Rasulullah juga bersabda :

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا، وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

"Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obat, maka berobatlah kalian, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram" (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah no 1633)

Kemudian kalau seandainya kencing onta itu najis dan dibolehkan untuk diminum karena pengobatan tentunya Nabi akan memerintahkan mereka untuk membersihkan dan mencuci tempat/bejana air kencing onta tersebut (lihat Al-Mughni 2/492)

Madzhab As-Syafi'i : Memang benar boleh sholat di kandang kambing akan tetapi kandang kambing yang bersih bukan yang terkotori dengan kencing dan tahi kambing. Imam As-Syafii berkata, "Maka Nabi memerintahkan untuk sholat di tempat tambatan kambing, yaitu –Wallahu A'lam- di tempat yang bisa dinamakan sebagai tempat tidurnya  kambing yang tidak ada tahi kambingnya dan tidak ada kencing kambingnya… barangsiapa yang sholat di tempat yang ada tahi onta atau kambing atau tahi sapi atau tahi kuda atau tahi keledai maka wajib baginya untuk mengulangi sholatnya" (Al-Umm 2/209)

Madzhab Hanbali : Imam As-Syafii telah mengkhusukan apa yang tidak dikhusukan oleh Nabi, dan beliau telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir berkata,

أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ الصَّلاَةَ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ جَائِزَةٌ وَانْفَرَدَ الشَّافِعِيُّ فَقَالَ إِذَا كَانَ سَلِيْمًا مِنْ أَبْوَالِهَا
"Mereka berijma' (sepakat) bahwasanya sholat di kandang kambing boleh, dan As-Syafi'i bersedirian (menyelisihi mereka-pent), beliau berkata : (boleh) jika kandang tersebut bersih dari kencing kambing-kambing tersebut" (Al-Ijmaa' hal 38, dan ijmaa' ini dinukil oleh Ibnu Qudaamah dalam Al-Mughni 2/492)

Madzhab As-Syafii : Lantas bagaimana dengan keumuman tentang najisnya air kencing?
Madzhab Hanbali : Yang dimaksud dengan penyebutan kencing dalam hadits-hadits seperti hadits dua penghuni kubur yang disiksa adalah kencing manusia (kencing penghuni kubur itu sendiri), jadi tidak bisa dibawa ke makna umum (lihat As-Syarhul Mumti' 1/451)

Lantas bagaimana dengan hadits Ibnu Mas'ud dimana Nabi melempar kotoran hewan dan berkata : Ini najis?
Jawab : Lafal hadits sbb

فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها

"Maka akupun mengambil sebuah kotoran, lalu aku membawanya ke Nabi"

Kalimat رَوْثَةً "kotoran" datang dalam bentuk nakiroh (bertanwin), dan dalam kadiah ushul fiqh bahwasanya jika kalimat nakiroh datang dalam konteks kalimat positif maka memberikan faedah muthlaq. Jadi kalimat رَوْثَةً tidaklah menunjukan keumuman yang mencakup seluruh kotoran, akan tetapi maksudnya kotoran tertentu. Maka kita bawakan kepada kotoran dari hewan yang haram dimakan. Wallahu A'lam

Kesimpulan :
Dari penjelasan di atas maka Nampak kekuatan dalil yang dikemukakan oleh madzhab Hanbali dan madzhab Maliki. Jika kita menguatkan pendapat mereka –bahwasanya kotoran kambing dan ayam adalah suci- maka tentunya boleh menjual benda yang suci jika bermanfaat. Apalagi jelas manfaat kotoran-kotoran tersebut untuk pupuk kandang.
Syaikh Sholeh Al-Fauzaan pernah ditanya :

نحن نملك عددًا من الأغنام، وما ينتج من فضلات وروث أجلكم الله نجمعه ونكدسه، ولأننا لا نملك مزارع لنستفيد منه؛ فإننا نسأل : هل يجوز بيعها ويحل أكل ثمنه أم لا يجوز ؟

"Kami memiliki sejumlah ekor kambing, dan kami mengumpulkan kotoran kambing-kambing tersebut lalu kami menimbunnya. Karena kami tidak memliki perkebunan yang bisa memanfaatkan kotoran-kotoran tersebut, maka kami bertanya : Apakah boleh menjual kotoran-kotoran tersebut dan apakah halal memakan hasil penjualannya?, ataukah tidak boleh?"

Syaikh Sholeh Al-Fauzaan menjawab:

لا بأس ببيع السماد الطاهر؛ مثل سماد الأغنام والإبل والبقر . . . فروث ما يؤكل لحمه طاهر، وبيعه لا بأس به، وثمنه مباح لا حرج فيه، إنما الذي فيه الاشتباه والإشكال هو السماد النجس أو المتنجس، هذا هو الذي فيه الإشكال والخلاف، أما السماد الطاهر؛ فلا بأس باستعماله، ولا بأس ببيعه وأكل ثمنه
"Tidak mengapa menjual pupuk yang thoohir (suci dan tidak najis-pent) seperti pupuk dari kotoran kambing, pupuk dari kotoran onta, dan pupuk dari kotoran sapi. Karena hewan yang bisa  dimakan dagingnya tahi (kotoran)nya itu thohir (suci) dan boleh menjualnya. Hasil jualannya juga halal dan tidak mengapa. Hanyalah yang masih ada syubhatnya dan permasalahan adalah pupuk yang najis atau ternajisi, inilah yang masih ada permasalahan dan khilaf. Adapun pupuk yang suci (thoohir) maka tidak mengapa dimanfaatkan, dan tidak mengapa dijual dan hasil penjualannya boleh untuk dimakan"
(Dari Al-Muntaqoo min Fataawaa Al-Fauzaan, fatwa dari pertanyaan no 302)

source : firanda

Friday, September 27, 2013

30 kesalahan dalam sholat

"Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah perkara shalat. Jika Shalatnya baik, maka baikpula seluruh amalan ibadah lainnya, kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu."(HR. An Nasa'I : 463)
Banyak orang yang lalai dalam shalat, tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak diketahuinya, yang mungkin bisa memubat amalan shalatnya tidak sempurna.
kami akan paparkan kesalahan yang sering terjadi dalam shalat.
1. Menunda–nunda Shalat dari waktu yang telah ditetapkan

Hal ini merupakan pelanggaran berdasarkan firman Allah عزوجل ,
, "Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman". (QS. An-Nisa : 103)


2. Tidak shalat berjamah di masjid bagi laki-laki

Rasullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan". (HR. Ibnu Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan Muslim disebutkan. "Lalu aku bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka hingga rata dengan tanah."

3. Tidak tuma'minah dalam shalat
Makna tuma'minah adalah, seseorang yang melakukan shalat, diam (tenang) dalam ruku'.i'tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus ada pada posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tiak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia seleasi tuma'ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi صلى الله عليه وسلمbersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya tanpa memperlihatkan tuma;minah dengan benar, "Ulangi shalatmu, sebab kamu belum melakukan shalat."

4. Tidak khusu' dalam shalat, dan melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di dalamnya.

Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah megnerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya. " (HR. Abu Dawud, Shahih) mereka tidak mendapat pahala shlatnya dengan sempurna disebabkan tidak adanya kekhusyu'an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang melalaikan dalam shalat.

5. Sengaja mendahului gerakan iman atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya.

Perbuatan ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi mukmin untuk mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau melambat-lambatkan sesudahnya pada setiap rakaat shalat. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku' ". (HR. Bukhari)

6. Berdiri untuk melngkapi rakaat yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud akhir dengan mengucap salam ke kiri dan kekanan

Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jangan mendahuluiku dalam ruku', sujud dan jangan pergi dari shalat (Al-Insiraf)". Para ulama berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud akhir. Seseorang yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah itu dia berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal.

7. Melafadzkan niat.

Tidak ada keterangan dari nabi صلى الله عليه وسلم maupun dari para sahabat bahwa meraka pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam Zadul-Ma'ad "Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar", dan tidak berkata apapun selain itu. Beliau صلى الله عليه وسلم juga tidak melafalkan niatnya dengan keras.

8. Membaca Al-Qur'an dalam ruku' atau selama sujud.

Hal ini dilarang, berdasarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur'an selama ruku' atau dalam sujud." (HR. Muslim)

9. Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi". (HR. Muslim)

10. Melihat ke sekeliling tanpa ada keperluan apapun.
Diriwayatkan dari Aisyah رضي الله عنها, bahwa ia berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah صلى الله عليه وسلم tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya". (HR. Bukhari)

11. Seorang wanita yang tidak menutupi kepala dan kakinya dalam shalat.
Sabda Rasulallah صلى الله عليه وسلم, "Allah tidak menerima shalat wania yang sudah mencapai usia-haid, kecuali jiak dia memakai jilbab (khimar)". (HR. Ahmad)

12. Berjalan di depan orang yang shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat Jum'at.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu". (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat berjamaah, maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas رضي الله عنه : "Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulallah صلى الله عليه وسلم sedang shalat bersama orang –orang Mina menghadap kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan saya". (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa'id yang berbunyi "Jika salah seorang dari kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat didepannya". (Fathul Bari: 1/572)

13. Tidak mengikuti imam (pada posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika imam sedang duduk atau sujud.
Sikap yang dibenarkan bagi seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam pada posisi bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang lainnya.

14. Seseorang bermain dengan pakaian atau jam atau yang lainnya.
Hal ini mengurangi kekhusyu'an. Rasulallah صلى الله عليه وسلم melarang mengusap krikil selama shalat, karna dapat merusak kekhusyu'an, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk tidak menghapus krikil sehingga ampunan datang padanya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

15. Menutup mata tanpa alasan
Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, "Menutup mata buka dari sunnah rasul صلى الله عليه وسلم". Yang terbaik adalah, jika membuka mata tidak merusak kekhusyu'an shalat, maka lebih baik melakukannya. Namun jika hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu konsentrasinya, maka dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan untuk melakukan hal itu dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A'lam.

16. Makan atau minum atau tertawa.
"Para ulama berkesimpulan oragn yang shalat dilarang makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang melakukannya dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya.

17. Mengeraskan suara hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Ibnu Taimuiyah menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain sedang shlat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, "Hai manusia setip kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian".

18. Menyela di antara orang yang sedang shalat.
Perbuatan ini teralarang, karena akan mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada tempat yang ada. Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih ditekankan pada jama'ah shalat Jum'at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat, "Duduklah! Kamu mengganggu dan terlambat datang".

19. Tidak meluruskan shaf.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar" (HR. Bukhari dan Muslim).

20. Mengangkat kaki dalam sujud.
Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan sebagaimana diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, "Nabi صلى الله عليه وسلم telah memerintah bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau dahi (termasuk hidung), dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki." Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua telapak kaki menyentuk lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadao kiblat. Tiap bagian kaki haris menyentuk lantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.

21. Melatakkan tangan kiri dia atas tangan kanan dan memposisikannya di leher.
Hal ini berlawanan dengan sunnah karena Nabi صلى الله عليه وسلم meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa sumber yang lemah di dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya.

22. Tidak berhati-hati untuk melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh(seperti dengan hidung, kedua telapak tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki).
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika seorang hamba sujud, maka tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya: wajah, kedu telapak tangan kedua lutut dan kedua kaki". (HR. Muslim)

23. Menyembunyikan persendian tulang dalam shalat.
Ini adala perbuatan yang tidak dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang baik dari Shu'bah budak Ibnu Abbas yang berkata, "Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku menyembunyikan persedianku." Selesai shalat di berkata, "Sesungguhnya kamu kehilangan ibumu!, karena menyembunyikan persendian ketika kamu shalat!".

24. Membunyikan dan mepermainkan antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم , "Jika salah seorang dari kalian wudhu dan pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia memainkan tangannya karena (waktu itu) ia sudah termasuk waktu shalat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)

25. Menjadikan seseorang sebagai imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang lebih berhak.
Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus memiliki pemahaman tentang agama dan mampu membaca Al-Qur'an dengan benar. Sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Imam bagi manusia adalah yang paling baik membaca Al-Qur'an" (HR. Muslim)

26. Wanita masuk ke masjid dengan mempercantik diri atau memakai harum-haruman.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jangan biarkan perrempuan yang berbau harum menghadiri shalat isya bersama kita." (HR. Muslim)

27. Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa.
Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di belakangnya.

28. Shalat dengan sarung, gamis dan celana musbil melebihi mata kaki).
Banyak hadits rasulallah صلى الله عليه وسلم yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya :
A. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : sesungguhnya allah tidak menerima shalat seseorang lelaki yang memakain sarung dengan cara musbil." (HR. Abu Dawud (1/172 no. 638)
B. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : Allah عزوجل tidak (akan) melihat shalat seseorang yang mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan sombong." (Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382)
C. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : "Sarung yang melebihi kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka." (HR.Bukhari : 5887)

29. Shalat di atas pemakaman atau menghadapnya.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم berabda, "Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah melarang kalian melakukan hal itu." (HR. Muslim : 532)

30. Shalat tidak menghadap ke arah sutrah (pembatas).
Nabi صلى الله عليه وسلم melarang perbuatan tersebut seraya bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah, hendaklah ia mendekati sutahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya. (Shahih Al-Jami' : 650)
Inilah contoh perbuatan beliau صلى الله عليه وسلم "Apabila beliau صلى الله عليه وسلم shalat di temapt terbuka yang tidak ada seorangpun yang menutupinya, maka beliau menamcapkan tombak di depannya, lalu shalat menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau صلى الله عليه وسلم tidak membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut." Shifat Shalat Nabi صلى الله عليه وسلم, karya Al-Albani (hal : 55)

Dirangkum dari
"40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin fi Akhthail Mushallin, Syaikh Mansyhur Hasan Salman.
Dan Diterbikan Oleh Al-Amin Publising

source : Artikelassunnah

Thursday, September 26, 2013

indonesia hukum jual beli kotoran

Assalamu'alaikum...
Mau tanya, bagaimana hukum jual beli pupuk yang  terbuat dari kotoran hewan yang sudah di kemas rapi dan tdk trlihat menjijikan, apakah tetap trgolong najis? Jika najis dan tidak sah akad jual belinya, lantas bagaimana akod yang dibenarkan menurut syari'at?
( Dari : Brandal Loka Jaya dan Rumput Liar )
Jawaban :
Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh
Kotoran binatang adalah sesuatu yang dihukumi najis, sedangkan salah satu syarat dari jual beli adalah barang yang dijual merupakan benda yang suci, karena itu jual beli kotoran pupuk yang dibuat dari kotoran binatang hukumnya tidak sah. Dalilnya adalah sabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam :
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ، وَالمَيْتَةِ وَالخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ المَيْتَةِ، فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَيُدْهَنُ بِهَا الجُلُودُ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ: «لاَ، هُوَ حَرَامٌ»، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: قَاتَلَ اللَّهُ اليَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ، ثُمَّ بَاعُوهُ، فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
"Sesungguhnya Alloh dan Rosul-Nya telah melarang jual beli khomer (arak), bangkai, daging babi serta jual beli patung/arca." Ada seseorang yang bertanya, "Wahai Rosulullah, bagaimana pendapat anda dengan minyak (lemak) yang terdapat dalam bangkai? Sebab lemak tersebut bisa digunakan untuk melumasi perahu, untuk meminyaki kulit dan menyalakan lampu?" Lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, hal itu tetaplah haram." Kemudian Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam melanjutkan sabdanya: " Alloh memerangi orang-orang Yahudi, ketika Alloh 'azza wajalla mengharamkan lemak bangkai, ternyata mereka tetap mengolahnya juga, kemudian mereka menjualnya dan hasil penjualannya mereka makan." (Shohih Bukhori, no.2236 dan Shohih Muslim, no.1581)

Selain akadnya tidak sah dan batil, uang yang dihasilkan dari penjualan itu juga dihukumi harom. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas'ud ;

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الكَلْبِ، وَمَهْرِ البَغِيِّ، وَحُلْوَانِ الكَاهِنِ

“Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan.” (Shohih Bukhori, no.2282 dan Shohih Muslim, no.1567)
Pendapat yang menyatakan bahwa jual beli benda najis hukumnya tidak sah adalah pendapat madzhab Syafi'i, sedangkan menurut madzhab Hanafi jual beli benda najis itu juga tidak sah, namun ulama'-ulama' madzhab Hanafi mengecualikan kotoran hewan yang bisa dimanfaatkan, seperti kotoran sapi yang biasa dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanah atau tanaman, Semua ashhab madzhab hanafi sepakat bahwa jual beli kotoran hewan tersebut diperbolehkan.
Apabila kita mengacu pada pendapat madzhab Syafi'i yang menyatakan bahwa jual beli tersebut tidak sah, ulama'-ulama' madzhab syafi'i memberikan jalan keluar yaitu dengan cara sighot (ucapan) akadnya bukan akad jual beli tapi naqlul yad (perpindahan tangan) dengan cara nuzul. Caranya ; rang yang memiliki barang mengatakan : "Aku gugurkan hakku atas benda ini(menyebutkan benda) dengan ganti sekian (menyebutkan harga)", lalu orang yang menerima mengucapkan : "Saya terima".
Kesimpulannya, menurut madzhab Syafi'i jual beli pupuk yang berasal dari kotoran binatang itu tidak sah, dan solusinya perpindahan kepemilikan atas pupuk itu menggunakan akad "tanazul 'anil ikhtishosh". Prakteknya penyedia pupuk mengatakan : "Aku gugurkan hakku atas pupuk ini", lalu orang yang membutuhkan mengatakan "saya terima". Wallohu a'lam
( Dijawab oleh : Quthni Masih Bertapa, Ulin Nuha New Numaely, Farid Zain, Siroj Munir,Kudung Khantil Harsandi Muhammad, Farid Muzakki dan Mazz Rofii )

Wednesday, September 25, 2013

Easy steps for making a line following robot using Infrared LED, Photodiode, Ardumoto and Arduino.

This project has been derived from LDR based line following robot. I strongly recommend that you first try line follower robot using LDR, I found that the LDR gives better results than infrared sensor.





We need the following components for making a line following robot using Infrared sensors.
1 . Arduino- obviously !
2. Ardumoto – You can buy one from minibread.com- BUY NOW
3. A robot chassis- you can buy one from sparkfun.com or from this link: 70108 Tracked Vehicle Chassis
4. 3x Current limiting resistors: 220Ohm.
5. 3×10 kOhm resistors.
6. 3 x Infrared LEDs- BUY NOW
7. 3x Photodiode- How to use a photo diode?
8. 2 x DC motors- If you get a magician chassis from sparkfun, you get 2 DC motors along with the robot chassis.
9. Battery pack- 6V
10. Wires/connectors.
What is the logic behind a line following robot?
There are basically two ways of building a line following robot. First, using a light dependent resistor(LDR) and second, using Infrared(IR) LED. A dark object reflects less light than a bright object, or we can also say, a dark object absorbs more light than a bright object, this is the only fundamental logic behind a line sensing robot. So, in a line sensing robot, we make a sensor that detects the difference between bright object and a dark object, or say, distinguishes a black line from a white surface.
The circuit for making Infrared based line sensing robot:

If you have never worked with Ardumoto or Infrared, follow these links:
a. Infrared projects
b. Ardumoto
Test your sensor
Before you start assembling the sensor onto your robot chassis, check your if your sensor is detecting the black and white surfaces properly. I have written a post about testing the sensor, FOLLOW THIS LINK.
How to assemble?
The most difficult part of this project is to make a combination of Infrared LEDs and Photo diodes. In this project, I used a mini breadboard, whereas in case of LDR based robot, I have used PCB.
Fix the components as shown in the picture:


SEE MORE PHOTOS ON FLICKR
Second important thing you should remember is that the photo diodes should be slightly above the Infrared LEDs, so that the rays don’t fall directly on the photo diodes.
Now, connecting the sensor circuit to Arduino pins:
Just follow the picture shown below:

SEE MORE PHOTOS ON FLICKR

Your sensor should be around 5-7mm above the black line.

The turns should be made smooth, not sharp because the photo diodes won’t sense quick transition. I have made a circular path. And I made the black line using a black board marker, you can try with electric tape also.

DOWNLOAD IN PDF- LINE FOLLOWING ROBOT USING ARDUINO AND INFRARED LED
SEE MORE PHOTOS ON FLICKR
HOW TO MAKE LINE SENSING ROBOT USING LDR
Download fritzing file
DOWNLOAD SOURCE CODE
BUY ARDUMOTO SHIELD
Buy on minibread
/a
pstrongp
source : build circuit